Wednesday, March 5, 2014

Jokowi-Dahlan, Dua Putra Terbaik Kaki Gunung Lawu

Wihartoyo     Wednesday, March 05, 2014    

[courtesy:viva.co.id]
INILAHCOM, Jakarta - Dahlan Iskan dan Joko Widodo alias Jokowi punya sejumlah kesamaan, selain perbedaan-perbedaan yang sangat tajam. Paling tidak, dua tokoh ini sama-sama lahir dan dibesarkan dikaki Gunung Lawu.

Dahlan, Meneg BUMN, lahir dan dibesarkan di Desa Takeran, Magetan atau sebelah timur Gunung Lawu. Jokowi, Gubernur DKI Jakarta, lahir dan dibesarkan di Kampung Sumber, Kota Solo, sebelah barat Gunung Lawu. Dahlan lahir dari lingkungan santri. Jokowi lahir dari lingkungan abangan. Menurut mitos, sampai kurun waktu tertentu, negeri ini masih akan dipimpin oleh tokoh-tokoh yang dilahirkan dan dibesarkan dikaki GunungLawu.

Boleh percaya boleh tidak. Begitulah ceritanya. Tapi bagi mereka yang tidak dilahirkan dan dibesarkan dikaki Gunung Lawu, bukan berarti tak berpeluang untuk menjadi Presiden Republik Indonesia. Sebab, mitos dan klenik itu bukan kebenaran imani yang wajib dipercaya. Jadi, boleh ditolak boleh diterima.

Kesamaan lain Jokowi dan Dahlan adalah keduanya menolak menggunakan fasilitas negara. Selama jadi Walikota Solo, Jokowi tak mengambil gajinya. Ia juga menolak Toyota Camry baru sebagai mobil dinas. Jokowi memilih mobil lama warisan dari pendahulunya. Dia baru mengganti mobil dinasnya dengan Esemka, mobil coba-coba anak Solo. Begitu juga Dahlan, mulai menjabat Dirut PLN hingga menjadi Meneg BUMN tak menggunakan fasilitas negara. Dahlan menolak rumah dinas menteri dan menolak menggunakan mobil menteri.

Hal positif lain dari Dahlan-Jokowi ini adalah kasalihan sosialnya. Jokowi memberikan gajinya sebagai walikota kepada pegawai rendahan di Pemkot Solo mulai dari petugas kebersihan hingga pesuruh. Hal serupa juga dilakukan Dahlan yang selalu menyumbangkan gajinya kepada orang-orang yang membutuhkan.

Di luar itu, Jokowi rajin membagi-bagi beras di kantung 5 kg kepada rakyat miskin yang dijumpainya saat blusukan kampung. Kegiatan ini sudah lama dilakukan Jokowi. Konon, masih terus dilakukan hingga kini di DKI Jakarta. Dahlan juga melakukan hal yang mirip. Beda obyek saja. Dahlan selalu membantu pesantren-pesantren, masjid-masjid, dan lembaga pendidikan. Tak sedikit orang perorang juga yang dibantu Dahlan, termasuk sejumlah mantan karyawannya yang sering menyerang Dahlan di media sosial.

Persamaan lainnya adalah: Jokowi dan Dahlan sama-sama memiliki pendapatan pribadi yang sangat besar diluar pekerjaannya sebagai aparatur negara. Jokowi memiliki pendapatan pribadi yang rutin Rp 500 juta perbulan dari ekspor meubel ke Timur Tengah dan Eropa. Sebelum jadi Walikota Solo, Jokowi adalah eksportir meubel. Sejak dia jadi walikota, kuota ekspor yang dimilikinya dikelola oleh pengusaha meubel terkemuka di Solo. Diluar itu, Jokowi memiliki pendapatan dari usaha keluarga yang dikelola Gibran, anaknya.

Pendapatan pribadi Dahlan jauh lebih besar. Sebagai pemegang saham mayoritas di PT Jawa Pos, pendapatan pribadi Dahlan ditaksir lebih dari Rp 4 miliar perbulan. Belum dividen sebagai pemegang saham. Belum lagi gaji dan dividen yang dia dapat sebagai komisaris dari 250 perusahaan koran harian lokal dilingkungan Grup Jawa Pos yang menyebar dari Sabang sampai Merauke.

Jadi, orang-orang yang memiliki pendapatan pribadi seperti Dahlan dan Jokowi ini memang tak pantas lagi tertarik dengan gaji menteri atau gaji kepala daerah yang jumlahnya puluhan juta. Kecuali mereka masuk dalam golongan manusia rakus, berapapun pendapatannya pasti takkan pernah merasa cukup.

Lalu, apa bedanya Dahlan dan Jokowi? Bedanya cara mereka mengekspresikan nilai-nilai positif yang mereka punya. Dahlan mengekspresikannya dengan gaya jawa timuran, khususnya suroboyoan yang lebih blak-blakan. Sementara Jokowi menampilkannya dengan gaya Solo yang tak gampang dibaca.

Salah satu contohnya dalam soal penggunaan fasilitas mobil negara. Dahlan dalam acara Kick Andy mengemukakan salah satu alasannya tak menggunakan mobil dinas menteri karena mobil pribadi dia jauh lebih bagus. Mobil dinas menteri adalah Toyota Crown Royal Saloon. Sedangkan mobil pribadi Dahlan adalah Mercedes Benz S-500. Niatnya mulia, Dahlan ingin menunjukkan dedikasi dan pengabdiannya yang tinggi terhadap negeri tercinta ini, tanpa pamrih apapun termasuk urusan gaji dan mobil dinas. Tapi aura bahasa Dahlan memancarkan sinar kesombongan yang mungkin tak dia sengaja.

Sementara Jokowi ketika ditanya siapapun(mulai dari wartawan, anggota dewan hingga istrinya) mengapa dia tak mau menerima Toyota Camry baru sebagai mobil dinas walikota, selalu bilang begini: ‘’Mobil dinas walikota yang lama masih bisa dipakai. Kenapa saya harus memakai mobil baru yang mahal?’’

Mungkin apa yang dikorbankan Dahlan untuk negeri ini jauh lebih besar dari apa yang dipersembahkan Jokowi. Tetapi citra politik yang diraihnya sangat berbeda.

Jokowi selalu dielu-elukan responden survei politik yang dilakukan banyak lembaga survei atas elektabilitas para bakal calon presiden negeri ini. Jokowi selalu disambut gegap gempita rakyat kecil, dinanti pelaku pasar modal. Dengan respon begitu rupa dan cenderung stabil berada di puncak popularitas, hampir bisa dipastikan gaya politik Jokowi ada yang mengelola dengan baik.

Dahlan seharusnya dengan apa yang dia lakukan, memiliki tingkat elektabilitas yang jauh lebih tinggi lagi. Sayangnya, Dahlan bukan tipikal orang yang suka mendengarkan bisikan-bisikan. Dahlan juga tak percaya dengan pengarah gaya politik untuk sampai pada tingkat pecitraan tertentu. Dahlan adalah spontanitas yang sangat merisaukan banyak orang di negeri ini.

Tapi, dimana pun posisi mereka saat ini, Dahlan dan Jokowi adalah dua putra terbaik dari kaki Gunung Lawu. [dsy][sumber:http[:][slash-slash]nasional.inilah.com[slash]read[slash]detail[slash]2079352[slash]jokowi-dahlan-dua-putra-terbaik-kaki-gunung-lawu#.UxZrnHkW0T0]

,

Recommended