1. Dibaca nyaring
Imam Asy-Syafi’i Rahimahullah berpendapat bahwa Basmalah DIJAHARKAN (dikeraskan), juga pada surat lainnya. Inilah pendapat banyak golongan dari sahabat tabi’in, para imam kaum muslimin baik salaf dan khalaf. Dari kalangan sahabat yang menjaharkan adalah Abu Hurairah, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan Muawiyah.Asy-Syafi’i dalam Musnadnya dan Al Hakim dalam Al Mustadrak meriwayatkan dari Anas Radhiallahu ‘Anhu; bahwa Muawiyah Radhiallahu ‘Anhu shalat di Madinah dan dia tidak membaca Basmalah (mengecilkan suara), lalu orang Muhajirin yang hadir mengingkarinya, maka ketika dia shalat untuk kedua kalinya, maka dia membaca basmillah.”
Ibnu Katsir Rahimahullah nampaknya memilih pendapat ini dengan komentar: “Hujjah yang mencukupi dan memuaskan.” (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/118)
2. Tidak dikeraskan (dibaca dalam hati saja)
وذهب آخرون إلى أنه لا يجهر بالبسملة في الصلاة، وهذا هو الثابت عن الخلفاء الأربعة وعبد الله بن مغفل، وطوائف من سلف التابعين والخلف، وهو مذهب أبي حنيفة، والثوري، وأحمد بن حنبل.Pendapat kelompok yang lainnya adalah tidak mengeraskan Basmalah dalam shalat. Dan, ini telah pasti (tsabit) dari khalifah yang empat dan Abdullah bin Mughaffal, dan banyak kelompok dari pendahulu tabi’in dan khalaf. Ini juga pendapat Abu Hanifah, Ats Tsauri, dan Ahmad bin Hambal (Ibnu Katsir: 1/118)
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, katanya: “Saya telah shalat di belakang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Abu Bakar, Umar dan Utsman, dan tak satu pun dari mereka yang mengeraskan bacaan Basmalah.” (HR. An Nasa’i No. 907 dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya No. 495)
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memulai shalat dengan bertakbir lalu membaca: Alhamdulillahirabbil ‘Alamin.” (HR. Abu Daud No. 783)
3. Tidak dibaca sama sekali
وعند الإمام مالك: أنه لا يقرأ البسملة بالكلية، لا جهرًا ولا سرًا، واحتجوا بما في صحيح مسلم، عن عائشة، رضي الله عنها، قالت: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يفتتح الصلاة بالتكبير، والقراءة بالحمد لله رب العالمين
Menurut Imam Malik, basmalah tidak dibaca sama sekali, dinyaringkan maupun dalam hati. Mrk berdalil dgn hadits sahih Muslim dari ‘Aisyah r.a. bahwa Rasulullah SAW memulai sholat dgn takbir dan membaca “Alhamdulillaahi rabbil ‘alamien” dan juga hadits Anas bin Malik di atas dan juga hadits riwayat Muslim dari Anas yang menyebutkan:
لا يذكرون بسم الله الرحمن الرحيم في أوّل قراءة ولا في آخرها
Tidak membaca Bismillaahir rahmanir rahim di awal bacaan maupun di akhirnya (Ibnu Katsir 1/118)Ibnu K atsir menutup penjelasannya dengan kesimpulan:
فهذه مآخذ الأئمة، رحمهم الله، في هذه المسألة وهي قريبة؛ لأنهم أجمعوا على صحة صلاة من جهر بالبسملة ومن أسر، ولله الحمد والمنة
Inilah jalannya para imam –Rahimahumullah- dalam masalah ini dan ini merupakan masalah yang bisa didekatkan, karena mereka sepakat bahwa sahnya shalat bagi yang mengeraskan dan memelankan. Wa lillahilhamdu wal minnah. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/118)Inilah metode yang ditempuh oleh para ulama muhaqqiq (peneliti) seperti Ibnu Qayyim Al Jauziyah Rahimahullah. Beliau berkata:
والإِنصاف الذي يرتضيه العالم المنصف، أنه صلى الله عليه وسلم جهر، وأسر، وقنت، وترك، وكان إسرارُه أكثَر من جهره، وتركه القنوتَ أكثر من فعله
“Pendapat yang bijak yang dibenarkan oleh para ulama yang objektif adalah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah membaca secara keras dan pelan, pernah berqunut dan pernah meninggalkannya. Hanya saja memelankannya lebih banyak dibanding mengeraskannya, dan meninggalkan qunut lebih banyak dibanding melakukannya.” (Zaadul Ma’ad, 1/272)Wallahu a’lam bish-shawab
(Fahmi R. Kubra ) #IABelajarIslam
0 komentar :
Post a Comment