Thursday, December 6, 2007

Ha Na Ca Ra Ka, Huruf Jawa: Riwayatmu Kini

Wihartoyo     Thursday, December 06, 2007    
Ha na ca ra ka; hana caraka; ada utusan. Ah kemanakah para utusan itu sekarang?
Sesekali aku jalan-jalan ke blog orang-orang dari wilayah-wilayah asia semacem Thailand, Champa (Khmer); ada yang tiba tiba menyeruak dari kedalaman jiwaku. Dari kedalaman jiwa seorang Jawa. Hari ini aku sudah tidak bisa lagi membaca rangkaian kalimat yang tersusun dari huruf-huruf milik kami, orang jawa.

Dulu, ketika aku masih duduk di bangku sekolah dasar, pak guru dan ibu guruku begitu rajinnya mengajarkan aku membaca dan menulis huruf jawa. Sampai kemudian aku pun bisa menuliskannya dengan lancar. Membacanya pun aku tidak ada halangan. Bahkan sampai aksara murda sekalipun. Tapi kini aku seperti menjadi orang lain ketika harus membaca tulisan-tulisan itu.

Hari ini, ketika aku tidak mampu lagi membaca hurufku. Aku mencoba untuk menelusuri di internet tentang huruf-huruf jawa. Aku dapat salah satunya di http://en.wikipedia.org/wiki/Javanese_script , kemudian dari sini aku mendapatkan http://www.omniglot.com/writing/javanese.htm , dan dari sini aku mendapatkan http://www.joglosemar.co.id/hanacaraka/hanacaraka.html. Cukup banyak, tapi yang cukup berkesan adalah ketika aku bertanya sama paman google, aku selain mendapatkan yang di wiki tadi, aku juga dapet http://www.ancientscripts.com/javanese.html. Kenapa begitu menarik? Sangat menarik karena di halaman ini disebutkan bahwa hana caraka masih dipakai sampai saat ini. Ya memang, tapi itu hanya sebatas untuk nama jalan, beberapa papan nama, nama bis kota di beberapa wilayah seperti Yogya dan Solo. Apakah pak dan bu guru mengajari huruf ini dulu cuma agar kita bisa menulis nama jalan, nama bis dan papan nama menggunakan huruf jawa?

Aku ngiri sama orang Khmer, orang Thai. Mereka masih punya identitas dengan menggunakan alat berkomunikasi yang diciptakan oleh nenek moyang mereka. Mereka masih bisa menggunakan huruf-huruf yang mereka warisi dari nenek moyang mereka. Dan di saat yang sama mereka masih mampu pula berkomunikasi dengan alat yang mereka pinjam dari bangsa asing. Mereka bisa memakai huruf latin. Semetara aku hanya bisa berhadapan dengan huruf warisan moyangku persis seperti saat aku berhadapan dengan benda-benda fisik yang bergeletakan di ruangan-ruangan musium.

Ah, huruf jawa, maafkan aku yang menyayangimu tetapi juga telah melupakanmu.

Recommended