Monday, December 9, 2013

Berfikir Out Of The Box INSIDE

Wihartoyo     Monday, December 09, 2013    
Pagi ini ini aku nemu tulisan yang berjudul ‘The Power of Thinking INSIDE The Box” dengan huruf besar pada kata INSIDE.  Wow, what the wonderful word?!! Aku pikir betapa berani orang ini menulis melawan arus seperti pengendara motor Ibukota yang sering dengan gagah berani menantang arus demi memotong kemacetan.  Dan seperti apa yang aku pikir komen-komen yang muncul pun banyak yang berusaha untuk melakukan penghakiman terhadap pemikirannya. Cuma memang ada satu semangat yang sama di dalam komen-komen tersebut. Berusaha untuk memahami. Meskipun itu kemudian untuk ditolak.

Respon yang ditunjukkan oleh komen-komen itu sangat wajar, karena ketika (hampir) semua orang gembar-gembor tentang berfikir “out of the box” ini ada orang yang mengajak untuk berfikir “inside the box”.  Pemikiran inside the box ini ternyata muncul dari kegalauan penulis oleh karena kenyataan bahwa cara berfikir out of the box itu memberikan efek bahwa there is no boxes, sehingga there is no focus and no constraint. Kemudian apa yang bisa diharapkan dari kondisi seperti ini? Inovasi yang muncul adalah sebuah inovasi tanpa pijakan yang jelas, sehingga sulit untuk direalisasikan. Untuk itu kemudian dia menyarankan untuk ask to the box. Karena, katanya, dengan ask to the box, seliar apa pun ide inovasi kita, setiap tahap pelaksanaannya akan selalu mengacu kepada seluruh design constraints, sehingga kita bisa menjaga ide tetap realistik tepat waktu dan sesuai dengan anggaran yang ditetapkan.

Great!!! Saya setuju ini, karena cara berfikir out of the box memang baik, tetapi butuh suatu pengawalan. Siapa pengawalnya? Ya box nya itu sendiri.  Berfikir out of the box yang cenderung menghilangkan box nya sebagai design constraints yang harus diperhitungkan hanya akan menghasilkan hayalan-hayalan yang kadang kurang realistik. Hanya akan menambah tumpukan ide atau wacana.

Namun, apa kita tidak perlu berfikir out of the box? Tidak, kita tetap harus bisa berfikir out of the box! Entah sama dengan pemikiran penulis di linkedin atau tidak, cuma buat saya berfikir out of the box bisa menjadi sangat baik bila kita juga berfikir inside the box. Ini berlaku buat kita dalam suatu organisasi maupun kita secara individu.  Karena box itulah design constraint yang harus benar-benar diperhatikan.
Kenapa saya sebut juga individu? Karena siapapun yang kita tawari ide kita dan bahkan kita sendiri pun bisa merupakan constraint bagi ide kita sendiri.

Dari sini saya jadi teringat salah satu cerita kungfu (Tai Chi Master) dimana setelah sekian lama belajar jurus-jurus kungfu, jurus yang paling akhir adalah lupakan jurus-jurus yang pernah dipelajari. Nah lo?

Ya, lupakan jurus-jurus itu sebagaimana kita mengatakan dua sebagai penjumlahan satu dan satu tanpa perlu mengingat-ingat lagi bahwa satu tambah satu samadengan dua. Bertarung secara bebas tanpa harus mengingat-ingat lagi jurusnya karena jurus-jurus itu telah menyatu dalam gerakan kita.  Bila jurus-jurus itu adalah design constraint yang kita miliki, maka berlatih jurus-jurus itu maksudnya adalah mendalami semua constraint yang kita miliki. Kemudian melupakan jurus-jurus itu bukan berarti kita abaikan semua constraint yang kita miliki.  Tapi justeru kita harus benar-benar memahaminya, sehingga  ketika kita menentukan suatu inovasi strategis akan secara alami semua constraint yang kita miliki telah tertuang didalamnya.

Monday, December 2, 2013

Resiko itu Terlalu Menawan Untuk DIanggurin

Wihartoyo     Monday, December 02, 2013    
Ladalah, yang bener aja, Mas? Masa kita harus bergaul dengan resiko.  Dimana-mana resiko itu ya harus dihindari.


Salah, sampeyan!!


Salah di mana to, Mas? La ya wajar to, kalau dalam kegiatan apapun kita harus menghindari resiko?

Emangnya semua resiko bisa dihindari?

Maksudnya?

Resiko tenggelam itu emangnya ada di aktifitas ngonthel becak?  Resiko nabrak gunung itu memang ada di dalam aktifitas nyupir angkot?

Lho, ya jelas nggak ada?

Ya itu, kalo mau menghindari tenggelam yo sampeyan ngonthel becak aja.  Kalo mau menghindari nabrak gunung, yo sampeyan jad sopir angkot aja!

Walah, yo nggak bisa gitu, Mas!

Yo bisa.  Gak mungkin kan sopir angkot nabrak gunung, yang ada jatuh ke jurang.  Gak mungkin kan, ngonthel becak tenggelam? Lah kalo jatuh ke kali dari jembatan terus tenggalam itu bukan resiko tenggelam. Tapi resiko jatuh ke kali.

O..., gitu....

Nah itu namanya resiko yang melekat.  Setiap aktifitas itu punya resiko yang melekat. Begitu juga dalam bisnis.  Pasti punya resiko yang melekat.  Dan tergantung pada bidangnya, setiap bisnis mempunyai resiko melekat yang berbeda.  Seperti tadi, jadi sopir angkot ya gak mungkin nabrak gunung.

Hmmm... Gitu?  Trus maksudnya terlalu menawan untuk dianggurin itu gimana, Mas?

Kuncinya gini, karena resiko itu terlalu menawan untuk dianggurin, maka kita harus benar-benar mengenal resiko kita.

Wah tar, belum mudheng kita...

Misal nih, kamu naksir sama temen perempuan kamu, apa yang kamu lakukan?

Ya..., mencari informasi detail tentang dia, apa kesuakaannya biar kita memperlakukannya dengan sebaik mungkin untuk mengambil hatinya.

Betul! Begitu pula dengan resiko.  Kita harus benar-benar mengenal apapun resiko yang kita punya.  Mengenal karakteristiknya, sehingga kita bisa memberikan perlakuan yang sebaik-baiknya terhadap resiko-resiko tersebut.  Tujuan akhirnya? Tujuan akhirnya adalah agar resiko itu tidak muncul/terjadi untuk mengganggu aktifitas kita.

Resiko adalah keuntungan. Kenapa bisa begitu?



Karena resiko yang tidak dikenali yang membuat kita cenderung meng-anggurkan akan berpotensi mengurangi pendapatan.  Misal resiko kegagalan produk pada saat release ke kastemer tidak diantisipasi/dikenali dengan baik maka akan mengakibatkan produk tersebut tidak bisa diterima oleh kastemer dan lebih lanjut akan mengakibatkan menurunnya kepercayaan kastemer terhadap kita.



Bayangkan bila kita tidak mampu mengenali resiko kegagalan tersebut, maka kita tidak akan bisa meredam/meminimalisir kegagalan produk tersebut dengan mengurangi faktor-faktor yang menyebabkan produk tersebut menjadi gagal.  Misal produk itu suatu aplikasi komputer.  Mestinya testing terhadap produk itu harus dilakukan dengan sebaik-baiknya.  Jangan sampai ketika sudah sampai di tangan kastemer produk tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya.  Artinya, bila produk tersebut tidak bisa memuaskan kastemer maka akan menghambat penjualan yang berarti mengurangi pendapatan dan akan meningkatkan biaya iklan untuk 'menutupi' kekurangan tersebut.


Namun sebaliknya, bila resiko kegagalan tersebut bisa kita kenali dengan baik, maka kita bisa mengendalikan resiko tersebut dengan mengurangi faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan produk tersebut.  Dengan melakukan testing yang paripurna, untuk mempersembahkan suatu produk yang bugs free untuk para kastemer sehingga kastemer puas dan kepuasan itu kemudian menjadi testimoni yang baik sehingga secara gethok tular akhirnya produk tersebut benar-benar mendatangkan revenue. Dan testimoni yang baik dari kastemer juga kemudian akan menjadi iklan yang sangat efektif sehingga dalam hal ini berarti mengurangi cost.  Kamu tahu apa itu profit?

Profit = Revenue - Cost

Yap, itu tahu.... Jadi kalo revenue nya gede dari penjualan dengan cost periklanan yang kecil karena kita bisa mengandalkan gethok tularnya, maka berarti profitnya juga gede.  Betul gitu?

Betul, Mas?

Nah itu, yang aku maksud "Resiko itu Terlalu Menawan Untuk Dianggurin", maksudnya ya... kenali, pahami, dan kendalikan dia.  Karena resiko itu nghalang-halangi revenue dan menyebabkan biaya tinggi.  Kalau kita bisa mengendalikan dia berarti kita bisa mengendalikan apa yang menghalang-halangi revenue kita dan tentunya mengendalikan cost.

Recommended