Wednesday, January 30, 2019

Niken Landjar Sekar Kenongo

Wihartoyo     Wednesday, January 30, 2019    
Model: Naziyah Mahmood
Credit: ada-arts13
"Ndhuk, lihat, perhatikan, pikirkan dan berundinglah dengan hati dan akal sehatmu. Semua ajar yang pernah Bopo berikan sudah cukup untukmu mengambil keputusan yang terbaik!"

Niken Landjar Sekar Kenongo, putri kesayangan Ki Ageng Gagak Pergola dengan takzim mendengar petuah boponya. Dara cantik berkerudung hitam yang duduk berhadapan dengan Ki Ageng berujar, "Inggih Bopo! Saya akan selalu mengingat sedoyo pawiyatan kang sampun dipun wedhar déning Bopo. Benjang, enjang-enjang, dalem badhe miwiti lampah, perjalanan yang sangat jauh Bopo. Padepokan Nyi Ajar Nismara  sungguh teramat jauh, berat hati dalem untuk memulai perjalanan ini. Berat hati dalem meninggalkan bopo meski para cantrik di padhepokan ini akan selalu bersama bopo. Nyuwun pangestunipun bopo agar yang akan saya mulai besok akan bisa saya jalani dengan selamat!"

Ki Ageng Gagak Pergola menarik nafas panjang. Ingatannya kembali ke masa lalu ketika anak perempuan kesayangannya itu masih kecil. Semua berlalu begitu cepat. 18 tahun.
"Iyo nDhuk, semoga Gusti Kang Murbeng Dumadi, yang memulai segalanya juga akan memberikan ridhoNya ketika kita sedang memulai sesuatu yang baik!"

Malam itu menjadi malam yang sangat berat bagi Ki Ageng Gagak Pergola, karena besok putri kesayangannya akan pergi meninggalkan Padhepokan Gagak Rumeksa.  Hal yang dirasa sangat berat tapi harus dijalankan. Putri kesayangannya ingin menuntut ilmu yang tidak diwedhar di Padepokan Gagak Wulung. Dia hanya bisa meluluskan kemauan putrinya yang memang sudah sangat bulat dan ini tak ada yang bisa merubahnya. Benar-benar tanpa kompromi.
Di sini Ki Ageng tersenyum. Dia teringat mendiang isterinya, Nyi Ageng Retna Gantari. Perempuan tangguh dan cerdas yang pernah menemani hidupnya. Tapi luh-nya kembali menetes, mengingat kematian tragis isterinya di tangan Alap-alap Selogiri. Nyi Ajar Nismara adalah guru dari mendiang isterinya

Sebenarnya, Ki Ageng Gagak Pergola pun tahu, disamping ingin belajar hal-hal yang tidak diajarkan di padepokan Boponya, Sekar Kenongo juga ingin belajar lebih untuk menuntut balas kematian ibunya. Sekar Kenongo sudah menyelesaikan seluruh ajar di padepokan Gagak Wulung. Bisa dikatakan ilmu Ki Ageng Gagak Pergola sudah diturunkan seluruhnya kepada putri kesayangannya itu.  Bahkan, dalam hal strategi dan kegesitan olah kanuragan bisa jadi saat ini, putri kesayangannya itu telah jauh mengunggulinya. Itulah mengapa dia cukup percaya untuk melepaskan Sekar Kenongo untuk pergi sendirian. Sendirian, karena putrinya memang tidak mau dikawal. Dia beralasan tak mau mengorbankan orang lain. Sesuatu yang tidak bisa ditawar juga.

Melihat boponya menengadah, luh-nya menetes dengan sesekali terlihat senyum tipis menandakan pergolakan hati boponya, Sekar Kenongo pun berusaha menenangkan boponya, "Bopo tidak usah kuwatir, semua ilmu kanuragan dan wedharan bopo akan membantu Sekar untuk menjaga diri Sekar. Dan di luar sana, selama perjalanan ke Padepokan Nyi Ajar, pasti banyak hal baru yang bisa Sekar pelajari"
Ki Ageng Gagak Pergola cuma bisa bilang, "Iya nDhuk, pangestuku akan menyertai perjalananmu!"
"Matur sembah nuwun Bopo!"
Ki Ageng Gagak Pergola berdiri mendekati putri kesayangannya dan sambil membelai lembut anaknya yang masih bersimpuh dia berbisik "Wis nDhuk, sekarang istirahatlah. Perjalanan besok pasti bakal melelahkan!"

Sekar Kenongo menangkupkan telapak tangannya sambil tetap menunduk takzim membalas bisikan Boponya, "matur sembah nuwun Bopo. Sepindah malih, matur sembah nuwun!" Linangan air mata sedih akan berpisah menyertai senyum bahagia mendapatkan restu boponya menghiasi wajah cantik Sekar Kenongo.
Sekar Kenongo mundur, "Nyuwun pamit Bopo, dalem mau masuk ke bilik dalem!"
Sekar Kenongo berbalik badan berjalan menuruni tangga pendopo Padepokan berjalan menjauh dari pendopo.
Ki Ageng Gagak Pergola menatap mengikuti langkah anaknya sampai menghilang di kegelapan menuju asrama padepokan.

Recommended