Tuesday, December 23, 2014

Menceraikan Islam dan Jawa

Wihartoyo     Tuesday, December 23, 2014    

Islam dan Jawa pernah pernah melebur dalam satu kesatuan yang kokoh, namun secara perlahan namun pasti, keduanya terceraikan. Oleh karena itu menelusuri benih perceraian antara identitas etnis dengan identitas agama ini menarik untuk dilakukan.

Memisahkan Identitas Etnis Dengan Identitas Keagamaan
Salah satu cara yang ditempuh para misionaris untuk mengurangi kekuatan Islam itu adalah dengan jalan mempromosikan kebiasaan rakyat kuno, adat dan agama rakyat (pra Islam) sampai pada modernisasi perawatan kesehatan dan pendidikan (Steenbrink, 1995 : 144). Pada tahun 1830 Pemerintah kolonial Belanda mendirikan Instituut voor het Javaansche Taal (Lembaga Bahasa Jawa) di Surakarta, yang merupakan tempat berkumpul para ahli-ahli Jawa berkebangsaan Belanda. Para javanolog Belanda ini lebih jauh menggali kesusastraan, bahasa dan sejarah Jawa kuno yang telah lama menghilang di kalangan orang Jawa. Para Javanolog Belanda mengembalikan tradisi Jawa kuno (Jawa pra Islam) dan menghubungkannya dengan Surakarta. Javanolog Belanda lah yang “menemukan”, “mengembalikan” dan “memberikan makna terhadap Jawa masa lalu. Jika orang Jawa ingin kembali ke masa lalunya, mereka harus melalui screening pemikiran Javanolog Belanda (Shiraisi, 1997 : 7)

Salah satu produk utamanya adalah munculnya kejawen yang bersifat anti Islam. Sebab pada kenyataannya mistisisme Jawa yang bercorak sinkretis dan berbasis Hindhu Budha hanyalah eksklusif budaya kraton bukan milik masyarakat Jawa dalam konteks yang luas (Moeller, 2003 : 3) . Namun konsep ini kemudian konsep ini dipaksakan untuk menjadi wajah utama masyarakat Jawa dari kalangan abangan. Petrus Joshepus Zoetmulder, Jesuit yang berkarya di Jawa, memberikan landasan akademis bagi kaum Kejawen melaui disertasinya yang berjudul Pantheisme en Monisme In de Javaansche Soeloek-Litteratuur. Dalam pandangan Zoetmoelder doktrin manunggaling kawula gusti sama sekali tidak terkait dengan tasaswuf Islam, melainkan suatu bentuk pandangan monistis yang berasal dari ajaran Atman Hindu (Zoetmoelder, 1990 : 370). Padahal kata Al Attas, doktrin Atman yang diinterpretasikan sebagai Brahmana yang terpendam dalam wujud individual (monisme), yang dihadirkan dalam aneka bentuk puisi tidak dimaksudkan untuk telinga-telinga najis orang kebanyakan (Al Attas, 1986 : 166).

Keberhasilan membentuk basis wacana yang menceraikan Islam dengan kebudayaan Jawa itu tentu bukan kerja sehari jadi. Kalau di Protestan, Nederlandsch Zendeling Genootschap, yang semula berangkat ke Jawa untuk menerjemahkan Bible akhirnya merubah dirinya menjadi lembaga kebudayaan yakni Instituut voor het Javaansche Taal (Lembaga Bahasa Jawa) di Surakarta. Maka di pihak Katolik, eksperimen budaya yang dilakukan van Lith tidak kalah intensnya. Generasi Katolik pribumi didikan van Lith terbukti mampu melahirkan banyak tulisan mengenai budaya Jawa.

Artikel tentang kesenian antara lain karya A. Soegijapranata tentang tari-tarian orang Jawa, D. Hardjasoewanda tentang masjid di Jawa, H. Caminada tentang jathilan atau kuda kepang, B. Coenen tentang wayang, J. Awick tentang gamelan dan C. Tjiptakoesoema tentang rumah para Pangeran Jawa dan Gereja Katolik Bergaya Jawa. Dari persoalan-persoalan di atas, terlihat bahwa substansi yang dibicarakan cukup beragam, meliputi seni tari, musik, wayang, pakaian dan arsitektur.
Selaian masalah seni dan kebudayaan, pandangan hidup dan adat istiadat orang Jawa juga menjadi kajian yang serius di kalangan Katolik.

Artikel mengenai adat-istiadat dan kepercayaan tradisional Jawa ditulis antara lain oleh H. Caminada tentang cara orang Jawa menentukan hari baik dan hari buruk, H. Fontane tentang cara orang Jawa menyelenggarakan pesta, A. Soegijapranata tentang orang Jawa dan agama yang dipeluknya, anonim, tentang orang Jawa dan arah mata angin, H. Caminada tentang takhayul Jawa dalam ngelmu tuju, J. Dieben tentang ilmu rasa, C. Tjiptakoesoema tentang ngelmu Jawa. Beberapa artikel yang ditulis non Jesuit antara lain tulisan August tentang arti nama bagi orang Jawa dan A.D. Nitihardjo tentang pesta sepasaran/lima hari kelahiran anak.

Artikel-artikel tersebut dimuat dalam majalah St. Claverbond yang terbit 10 kali dalam setiap tahun. Ada satu karya tulis dari pastur Jesuit yang dianggap mampu menangkap inti dari kebudayaan Jawa, yaitu disertasi dari Petrus Joshepus Zoetmulder yang terbit di tahun 1935. (Anton Haryono, 2009 : 218 : 219)

Di satu sisi, kesilauan umat Islam terhadap modernisme justru menyebabkan muslim di Indonesia sangat gagap ketika harus berbicara tentang kebudayaan lokal, bahkan seolah setiap wacana kebudayaan adalah bid'ah najis yang harus dihilangkan dari tubuh umat Islam. Oleh karena itu umat Islam di Jawa perlu melakukan introspeksi diri, mengapa kalau kita menyebut orang Aceh menjadi aneh bila ternyata ia orang Kristen, bahan orang Sunda pun sampai sekarang masih janggal kalau bukan muslim, akan tetapi ketika menyebut orang Jawa, menjadi wajar mau menjadi apa saja, entah Kristen, Katolik bahkan Ateis sekalipun.

Alangkah baiknya, kalau umat Islam, khususnya di Jawa, mulai mengaktifkan khalaqah-khalaqah kebudayaan, untuk mencari wujud ekspresi yang pas di dalam ruang yang bernama Indonesia, khususnya Jawa itu. Sekaligus melakukan rekonstruksi perkawinan antara ekspresi keagamaan sebagai muslim dengan Jawa sebagai ruang kebudayaannya.
(sumber Arif Wibowo)

Thursday, December 18, 2014

Serat Wedhatama, Sepotong saja

Wihartoyo     Thursday, December 18, 2014    


Mingkar-mingkuring angkara,
akarana karenan mardi siwi,
sinawung resmining kidung,
sinuba sinukarta,
mrih kretarta pakartining ilmu luhung,
kang tumrap ing tanah Jawa,
agama ageming aji.

Menghindarkan diri dari nafsu serakah,
karena ingin mendidik anak,
terangkum dalam indahnya nyanyian,
dihias penuh warna,
agar dihayati intisari ilmu luhur,
yang diterapkan di tanah Jawa/Nusantara,
agama (adalah) pakaian kehidupan diri.

Jinejer ing Wedatama
Mrih tan kemba kembenganing pambudi
Mangka nadyan tuwa pikun
Yen tan mikani rasa,
yekti sepi asepa lir sepah, samun,
Samangsane pasamuan
Gonyak ganyuk nglilingsemi.

Disajikan dalam serat Wedhatama,
agar jangan miskin pengetahuan
walaupun sudah tua pikun
jika tidak memahami rasa sejati (batin)
niscaya kosong tiada berguna
bagai ampas, percuma sia-sia,
di dalam setiap pertemuan
sering bertindak ceroboh memalukan.


Nggugu karsaning priyangga,
Nora nganggo peparah lamun angling,
Lumuh ing ngaran balilu,
Uger guru aleman,
Nanging janma ingkang wus waspadeng semu
Sinamun ing samudana,
Sesadon ingadu manis

Mengikuti kemauan sendiri,
Bila berkata tanpa dipertimbangkan (asal bunyi),
Namun tak mau dianggap bodoh,
Selalu berharap dipuji-puji.
(sebaliknya) Ciri orang yang sudah memahami (ilmu sejati) tak bisa ditebak
berwatak rendah hati,
selalu berprasangka baik.

Si pengung nora nglegawa,
Sangsayarda deniro cacariwis,
Ngandhar-andhar angendhukur, Kandhane nora kaprah,
saya elok alangka longkanganipun,
Si wasis waskitha ngalah,
Ngalingi marang si pingging.

(sementara) Si dungu tidak menyadari,
Bualannya semakin menjadi jadi,
ngelantur bicara yang tidak-tidak,
Bicaranya tidak masuk akal,
makin aneh tak ada jedanya.
Lain halnya, Si Pandai cermat dan mengalah,
Menutupi aib si bodoh.

Mangkono ngelmu kang nyata,
Sanyatane mung weh reseping ati,
Bungah ingaran cubluk,
Sukeng tyas yen denina,
Nora kaya si punggung anggung gumrunggung
Ugungan sadina dina
Aja mangkono wong urip.

Demikianlah ilmu yang nyata,
Senyatanya memberikan ketentraman hati,
Tidak merana dibilang bodoh,
Tetap gembira jika dihina
Tidak seperti si dungu yang selalu sombong,
Ingin dipuji setiap hari.
Janganlah begitu caranya orang hidup.

Wednesday, December 10, 2014

Install Kernel Linux 3.18

Wihartoyo     Wednesday, December 10, 2014    
Minggu ini telah diawali oleh Linus Torvalds dengan memberikan hadiah yang cukup menarik dengan dirilisnya Linux Kernel 3.18.  Apa menariknya sih? He he he.... biasa saja memang, wong Linus memang kalo ngerilis ya gitu caranya. Dan benar memang biasa-biasa saja, karena ini memang opensource, makanya pemberitahuannya juga via komunitas. Dan memang biasa juga sih, karena kernel linux memang masih dikontrol sepenuhnya sama Oom Linus.  Apapun itu distronya. Terus, apanya yang menarik sih?
Yang menarik ya, hal-hal baru alias whats new nya. Ha ha ha...., tapi sepertinya banyakan improvement untuk support gamers. Lah, gimana dengan servers? Server juga sih dapet improvement nya, nih liat nih:


  • Dukungan terhadap Unified Video Decoder (UVD) untuk ATI/AMD lama dari Radeon HD3000 series.
  • Re-clocking improvement untuk driver-driver Radeon pada AMD
  • Userptr untuk GPU AMD Radeon
  • Dukungan untuk Razer Sabertooth dan hardware input buat gamers yang lain.
  • Suspend dan Resume yang lebih cepat untuk linux server
  • Improvement untuk Btrfs dan F2FS
  • Dukungan untuk paravirtualizedSCSI (pvSCSI) untuk virtualisasi Xen.
  • Dukungan untuk DisplayPort audio, improvement pada fan control, dan beberapa pengembangan untuk beberapa driver NVIDIA opensource
  • OverlayFs telah merged pada Linux 3.18


Terus, gimana nginstalnya?
Ya, donlod dulu paket nya. Kalo kita make ususbuntu, eh Ubuntu..., kita bisa ambil dari link ini. Terus pastiin, kita punya linux 32bit apa 64bit.  Terus donlod aja file-file ini:

  1. linux-headers-3.18.0-031800_xxx_all.deb
  2. linux-headers-3.18.0-031800-generic_3.18.0-031800.xxx_i386/amd64.deb
  3. linux-image-3.18.0-031800-generic_3.18.0-031800.xxx_i386/amd64.deb


xxx itu kalo gak salah meunjukkan nomor build nya.  Kalo ane make yang 201412071935.  Nah, kalo udah didonlod semua, silaken diinstall make dpkg -i.
usernya@komputernya:[pathnya]$dpkg -i  linux-headers-3.18.0-031800*
[.....proses install....]
usernya@komputernya:[pathnya]$dpkg -i  linux-image-3.18.0-031800-generic_3.18.0-031800.201412071935_amd64.deb
[.....proses install....]
Nah kalo dah selesai tinggal kita reboot aja tuh komputer.

Recommended