Wednesday, December 23, 2015

Arti Cinta Rasul

Wihartoyo     Wednesday, December 23, 2015    
Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik 
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan 
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (QS Al Ahzaab: 21).
Kita sedang berada bulan Rabi’ul Awwal 1437 H yang sering disebut bulan maulid, bulan dimana Rasulullah SAW dilahirkan. Apa yang biasanya dilakukan kebanyakan kaum muslimin? Biasanya maulidan, baca syair maulid Barjanzi maupun al Habsyi, tabligh akbar dsb. Terlepas dari polemik boleh atau tidak merayakan maulid ini, yang lebih utama bagi kita adalah menghidupkan kembali sunnah-sunnah yang barangkali selama ini terabaikan. Misalnya sholat berjama’ah di masjid, menyambung silaturrahim dan mempelajari makna Al Quran agar bisa mengamalkannya.
Dalam hadits sahih riwayat Ahmad disebutkan bahwa Hisyam bin ‘Amir berkata: Saya bertanya kepada ‘Aisyah r.a. “Wahai ummul mukminin, kabarkanlah kepadaku tentang akhlaq Rasulullah SAW”. ‘Aisyah menjawab, “Akhlaq Nabi SAW adalah al Quran. Tidakkah engkau membaca firman Allah, “Sesungguhnya engkau Muhammad benar-benar berbudi pekerti yang agung” [QS Al Qolam: 4]. Hisyam berkata, “Sesungguhnya aku ingin membujang seumur hidup”. ‘Aisyah berkata, “Jangan kamu lakukan, tidakkah engkau membaca, “Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu” (Al Ahzab: 21]. Sesungguhnya Rasulullah SAW telah menikah dan memiliki anak”.
Ringkasnya, jika kita cinta Rasulullah SAW, maka wajib mengikuti akhlaq beliau yang bersumber dari Al Quranul Karim dan sunnah-sunahnya.

Cinta Rasul harus cinta sunnahnya
Katakanlah, Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah (sunnah)ku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Ali ‘Imran: 31).
Ibnu Katsir berkata, “Ayat yang mulia ini merupakan pemutus bagi setiap orang yang mengaku mencintai Allah, akan tetapi dia tidak mengikuti jalan (sunnah) Rasulullah SAW, maka dia adalah orang yang berdusta dalam pengakuan tersebut dalam masalah ini, sampai dia mau mengikuti syariat dan agama Nabi Muhammad SAW dalam semua ucapan, perbuatan dan keadaannya.”
Mencintai dan mengagungkan sunnah Rasulullah SAW yang sebenarnya adalah dengan meneladani petunjuk dan sunnah beliau, berusaha mempelajari dan mengamalkannya dengan baik. Bukan mencintai dan mengagungkan sunnah Rasulullah dengan melakukan perbuatan-perbuatan bid’ah dengan mengatasnamakan cinta kepada beliau atau memuji dan mensifati beliau secara berlebihan, dengan menempatkan Nabi SAW kedudukan yang telah Allah SWT tempatkan padanya.
Dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah SAW bersabda:

لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ
 “Janganlah kalian memuji diriku secara berlebihan dan melampaui batas, sebagaimana orang-orang Nasrani melampaui batas dalam memuji (Nabi Isa) bin Maryam, karena sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba Allah, maka katakanlah: hamba Allah dan Rasul-Nya.” (HR Bukhari)
Anas bin Malik ra berkata, “Tidak ada seorangpun yang paling dicintai oleh para sahabat Rasulullah SAW melebihi Nabi, akan tetapi jika mereka melihat beliau, mereka tidak berdiri (untuk menghormatinya), karena mereka mengetahui bahwa Rasulullah SAW membenci perbuatan tersebut.”(HR. at-Tirmidzi dan Ahmad, sahih).
Menjadikan Rasulullah sebagai Hakim dalam semua perkara
Maka demi Tuhanmu, mereka pada hakekatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS An Nisa: 65)
Allah SWT telah bersumpah dengan namanya yang suci lagi mulia bahwa seseorang tidak bisa dikatakan beriman hingga ia menjadikan Rasulullah SAW sebagai hakim/pemutus perkara dalam segala urusan. Apa yang menjadi keputusan Rasulullah adalah kebenaran yang harus diterima dan mengikat lahir-bathin. Menerimanya secara totalitas tanpa ada rasa keberatan sedikitpun. Itulah iman/cinta kepada Rasulullah SAW.
Dalam ayat lain disebutkan:

Apa yang didatangkan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. (QS Al Hasyr: 7).

Keta’atan kepada Allah dan RasulNya bersifat mutlak sebagai bukti keimanan. Allah SWT berfirman:

Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul mengadili di antara mereka ialah ucapan. “Kami mendengar, dan kami patuh.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (An Nuur: 51)

Ini berbeda dengan sikap orang-orang Yahudi yang berkata, “Sami’na wa ‘ashainaa” (Kami dengar tapi kami tidak mau ta’at). [Lihat QS An Nisa: 46, dan Al Baqarah: 93].

Atau seperti prilaku sebagian dari umat Islam ketika Allah dan Rasul menetapkan suatu hukum mereka memang mendengar tapi tidak ta’at, melainkan sami’na wa bahasnaa wa diskusina wa seminarnaa tsumma ‘ashainaa (kami dengar lalu kami bahas dulu dan diskusikan lalu kami seminarkan setelah itu kami tidak ta’at juga).
Bersholawat sesuai sunnah
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya (QS Al Ahzaab: 56)
Ini adalah dalil yang jelas perintah bagi orang-orang beriman untuk bershalawat atas Nabi Muhammad SAW. Bahkan Rasulullah menyifati orang yang tidak bershalawat ketika namanya disebut adalah orang yang pelit (HR Ahmad, Baihaqi dan Nasa’iy).
Shalawat artinya do’a atau permohonan kepada Allah agar memberikan kesejahteraan dan kedudukan yang mulia bagi Nabi SAW dan keluarganya. Pahala bershalawat sendiri disebutkan dalam banyak hadits, di antaranya:
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ ثَلاثًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرَ مَرَّاتٍ
Barang siapa bershalawat atasku satu kali, maka Allah membalas baginya shalawat 10 kali dan menghapus 10 kesalahannya (HR Bukhari dalam Adabul Mufrad dan Ahmad, sahih).
Tinggal bagaimana cara bershalawat yang disyari’atkan? Ketika kita mengucapkan “Allahumma shalli ‘ala muhammad” (Ya Allah, anugerahkanlah sholawat atas Nabi Muhammad) itu adalah do’a, permohonan kepada Allah SWT yang telah diatur etika dan tatacaranya. Dalam Al Quran disebutkan: Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas (QS Al A’raaf: 55).
Berdo’a termasuk bershalawat yang sesuai Al Quran adalah dengan melembutkan dan merendahkan suara, bukan sebaliknya, berteriak sekeras-kerasnya. Bagaimana redaksi sholawat yang diajarkan oleh Rasulullah SAW? Dari Ka’ab bin Ujrah bahwa mereka bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana cara kami bershalawat untukmu?” Beliau menjawab, “Katakanlah:

أَنَّهُمْ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ نُصَلِّي عَلَيْكَ قَالَ قُولُوا اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad kamaa shallaita ‘ala ali Ibrahim innaka hamidun majid, wa baarik ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad kamaa baarakta ‘ala ali Ibrahim, innaka hamidun majid (HR Bukhari dan Muslim).
Taat kepada ulul amri
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri dari kalanganmu. Kemudian jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS An Nisa: 59)
Ini merupakan salah satu prinsip utama dalam Islam terkait masalah ketaatan kepada pemimpin, sepanjang mereka taat juga kepada Allah dan RasulNya. Rasulullah SAW bersabda:

Siapa yang ta’at kepadaku, berarti ia telah ta’at kepada Allah SWT. Siapa yang menentangku sungguh ia telah menentang Allah SWT. Siapa yang ta’at kepada amirku, sungguh ia telah ta’at kepadaku, dan siapa yang menentang amirku, sungguh ia telah menentang aku (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam hadit lain yang bersumber dari al Irbadh bin Sariyah disebutkan: Rasulullah SAW menasehati kami dengan nasehat yang membuat hati kami bergetar dan air mata bercucuran. Kami bertanya, “Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasehat perpisahan. Berilah kami wasiat”. Nabi SAW bersabda: “Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah SWT dan untuk mendengar serta ta’at kepada pemimpin meskipun ia seorang hamba sahaya. Sesungguhnya barang siapa yang hidup sesudahku akan melihat banyak perselisihan. Wajib bagi kalian berpegang teguh pada sunnahku dan sunnah khulafaur rasyidin al mahdiyin. Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham. Waspadalah kalian atas setiap perkara baru, karena setiap bid’ah adalah sesat (HR Ashabus Sunan, sahih).
Imam Malik rahimahullah berkata:

من ابتدع في الإسلام بدعةً يراها حسنة فقد زعم أن محمداً صلى الله عليه وسلم خان الرسالة، لأن الله يقول:”اليوم أكملت لكم دينكم” فما لم يكن يومئذِ ديناً فلا يكون اليوم ديناً
Barang siapa yang membuat perkara baru dalam agama dan menganggapnya sebagai kebaikan, sungguh ia telah menuduh Nabi Muhammad SAW telah berkhianat terhadap risalahnya, karena Allah SWT telah berfirman: “Pada hari ini telah kusempurnakan bagimu agamamu” (Al Maidah: 3). Apapun yang hari itu bukan bagian dari agama, maka hari ini pun bukan agama (Al I’tisham 1/65).
Wallahu a’lam bish-shawab


Sumber: https://lkpstudia.wordpress.com/2015/12/23/arti-cinta-rasul/

Recommended