Wednesday, May 2, 2018

Kalajengking Kalasekarsih

Wihartoyo     Wednesday, May 02, 2018    

Bukan gambar bikinan saya
Gambar: Hasil googling dengan kualitas rendah
Pagi ini pelabuhan Glagaharum sangat ramai. Tidak seperti biasanya. Orang-orang berlarian kian kemari, berteriak-teriak seperti ada yang ditakutkan. Ki Somamertani sang syahbandar lari dari arah timur diikuti para pengawalnya menuju ke pusat keramaian. Ki Somamertani berteriak keras, "Ada apa ini?"
Orang ramai tiba-tiba berhenti, dan menoleh ke arah Ki Somamertani. Semua berteriak, "Kalajengking! Banyak Kalajengking!" Dan, orang ramai pun kembali berlari ke sana kemari.

Ki Somamertani sejenak terdiam. Dia memandang sekeliling. Sekilas tak nampak keanehan. Tak kelihatan barang sedikitpun kalajengking yang diributkan orang-orang itu. Namun ketika dia melihat ke bawah. Ke arah tanah. Terlihatlah ribuan kalajengking yang juga berlarian tak tentu arah. Dan, ketika dia melihat ke arah kakinya, sontak dia melompat dan berteriak keras, "Kalajengking....!"
 Melihat junjungannya melompat, pengawal Ki Somamertani pun melompat berlarian kesana kemari, sambil meneriakkan kata yang sama, "Kalajengking!!!"

Pagi ini pelabuhan menjadi benar-benar ramai. Mungkin lebih tepat bila disebut gaduh.

Kegaduhan di pelabuhan sayup-sayup terbawa angin ke bukit Karanggadung, ke sebuah gua yang cukup tersembunyi di sebelah utara bukit. Seorang kakek berjanggut putih dan berambut putih panjang digelung ke atas. Seorang pertapa. Si kakek pertapa trapsilo di atas batu hitam percis di bibir gua. Tiba-tiba cuping telinga si kakek pertapa bergerak-gerak dan kepalanya sedikit menoleh ke kiri seperti mendengarkan sesuatu. Kemudian terlihat mulutnya berbisik, "ah.. kalajengking..!" Sang kakek pertapa itu tiba-tiba berdiri dan melompat jauh. Menghilang ke arah pelabuhan.

Kembali ke pelabuhan Glagaharum.  Ki Somamertani masih berlarian tak tentu arah diikuti pengawalnya. Anehnya, orang ramai tak lagi berlarian. Mereka justeru membentuk kalangan merubung Ki Somamertani dan para pengawalnya. Ternyata sekarang para kalajengking itu sudah punya target. Ki Somamertani dan pengawalnya. Sarmin, cucu ki Somamertani yang ada di antara orang ramai berteriak, "Awas mBah Soma, hati-hati. Kalajengking yang paling besar ngejar mBah Soma terus....!"

Aneh. Dan memang aneh.  Kenapa Ki Somamertani cuma muter-muter di situ. Malah jadi tontonan warga dan orang ramai. 
Saat sedang seru-serunya, tiba-tiba sekelebatan muncul seseorang dan berdiri di tengah-tengah.  Si kakek pertapa ternyata. Si kakek pertapa berdiri dan memandang ke sekeliling.  Dia melihat bagaimana ki Somamertani cuma berputar-putar diikuti pengawalnya, dikejar kalajengking yang paling besar; dan diikuti kalajengkin lainnya.  Tiba-tiba si kakek pertapa berucap lirih tapi memberikan gema yang sungguh dahsyat, "berhenti!". Semua berhenti. Sunyi. Sepi.  Ki Somamertani berhenti.  Pengawalnya berhenti. Para kalajengking itu pun berhenti. Semua berhenti dan menatap ke arah si kakek pertapa.

"Nisanak Kalasekarsih, ada apa gerangan nisanak sak brayat dan rakyat nisanak datang ke pelabuhan ini? Apakah hutan Klampisireng sudah tidak lagi nyaman buat kalian?" kembali si kakek pertapa berucap. Lirih namun gemanya cukup membuat semua yang hadir di situ bergetar. Tiba-tiba kalajengking paling besar berubah wujud menjadi sosok perempuan cantik tertutup wardrobe model china Han tapi lebih ke-jawa-jawaan dan sedikit Arab.  Wajahnya mungkin mirip Jing Tian yang menjadi Panglima Lin di Great Wall namun tampangnya jadi jelek banget waktu jadi Li Wen di Pacific RIM Uprising. Atau, mungkin mirip Naziyah Mahmood astro physicist sekaligus aerospace engineer sekaligus model, sekaligus penulis puisi, sekaligus pendekar pedang dari Eropa asal Afgan.

"Mohon maaf, Ki Ageng Giri Selo! Sekali lagi mohon maaf bila kehadiran kami sudah membuat gaduh pelabuhan!" perempuan cantik yang disehut Kalasekarsih itu memberikan salam takzim sambil menekuk sebelah lutut kepada si kakek pertapa yang ternyata bernama Ki Ageng Giri Selo. Dan, mendengar nama Ki Giri Selo disebutkan, semua orang di situ segera mengikuti sikap Kalasekarsih. Menekuk sebelah lutut dengan kepala menunduk. Termasuk Ki Somamertani dan pengawalnya. Para kalajengking pun undur dengan memajukan kedua capitnya.  Semua memberikan sikap hormat kepada Ki Giri Selo. "Kami kemari, karena kerajaan kami di hutan Klampisireng saat ini sudah tidak aman lagi, Ki" lanjut perempuan cantik itu menjelaskan sambil tetap menunduk.
"Sudah tidak aman bagaiamana? Aku liat hutan Klampisireng biasa-biasa saja. Bahkan Gundhul Pecingis ajudan Ki Bermana Durgapati penguasa Klampisireng bilang padaku bahwa hutan Klampisireng aman sentosa tidak kurang suatu apa" Ki Ageng Giri Selo melanjutkan pertanyaannya kepada perempuan cantik yang bahkan sekarang memasang sikap sembah dengan tetap menekuk sebelah lututnya.
"Hutan Klampisireng memang tidak kurang suatu apa Ki Ageng Giri Selo. Bahkan para hantu di sana semakin makmur dan semakin kaya. Saat ini mereka mau menerima suap yang berupa sesajen Extra lux. Sesajen ini sudah membuat para Hantu jadi lupa untuk menakut-nakuti manusia yang memasuki hutan Klampisireng Ki Ageng!" jelas Kalasekarsih menjawab pertanyaan Ki Ageng Giri Selo, "terus...?"
"Kami para kalajengkin sekarang sedang jadi incaran para manusia untuk diambil racun kami, Ki Ageng!" lanjut Kalasekarsih, "ladalah..., bukannya manusia pun takut sama kalian?" tukas Ki Ageng Giri Selo langsung disanggah oleh Kalasekarsih, "betul Ki Ageng... Untuk manusia pada umumnya.... Seperti yang ada di sini, mereka takut. Bahkan ketika kami dekati mereka untuk bertanya pun mereka kabur. Dan, Ki Somamertani, syahbandar di sini pun lari ketakutan Ki Ageng."
Kalasekarsih bercerita sambil melirik ke Ki Somamertani saat menyebut namanya. Mata Ki Somamertani yang sedari tadi tertancap kepada sosok cantik Kalasekarsih, sontak beradu pandang saat Kalasekarsih melirik ke arahnya.  "Duh Gusti.....! Paringono kuwat....! Betapa cantiknya kalajengking betina satu itu. Untung aku masih inget dia itu sejatinya kalajengking. Duh gusti... berikan hamba kekuatan untuk tetap ingat bahwa perempuan itu sejatinya adalah kalajengking!" rintih Ki Somamertani sambil berdoa dalam hati.

"Manusia-manusia yang mengejar-ngejar kami, entah dapat wangsit darimana, mereka menangkap kami untuk diambil racun kami. Karena harga racun kami setara dengan beberapa bongkah emas sebesar kelapa ijo, Ki Ageng!" lanjut Kalasekarsih. Kalasekarsih kembali menunduk ke arah Ki Ageng Giri Selo sambil menyempurnakan sikap sembahnya. Ki Ageng Giri Selo, yang masih berdiri gendong tangan, kemudian melangkah mendekati Kalasekarsih dan memegang pundak Kalasekarsih, "berdirilah Kalasekarsih!" Ucap Ki Ageng Giri Selo.  Mendapat perintah berdiri dari Ki Ageng, maka Kalasekarsih pun lantas berdiri. Ki Ageng Giri Selo pun berujar kepada Kalasekarsih yang masih berdiri menunduk, "sekarang, kalian ikut aku ke bukit Karanggadung. Manusia-manusia di sini semua takut kalajengking.  Kau lihat sendiri, bahkan Syahbandar dan para pengawalnya pun takut sama kalajengking. Kalian akan aman dalam perlindunganku"

Kalasekarsih pun gembira mendengar hal itu, "Terima kasih Ki Ageng!".  Kalasekarsih, mengangkat kepalanya dan tersenyum lebar memperlihatkan giginya yang putih dan rapi. Sambil tetap tersenyum, tangannya mengembang hendak memeluk Ki Ageng Giri Selo, namun Ki Ageng Giri Selo segera memberi tanda tidak mau dengan mengangkat telapak tangannya.  Kalasekarsih pun surut, tersipu dengan tetap menjaga senyumnya menangkupkan tangannya menghaturkan sembah. Mundur, dan blast... dia berubah ke ujud aselinya. Kalajengking. Kalajengking kalasekarsih bergerak ke arah gerombolan kalajengking dan memimpin gerombolan kalajengking itu untuk beranjak ke arah bukit Karanggadung. Ki Ageng Giri Selo tersenyum kepada Ki Somamertani dan kemudian melompat, plass.... menghilang.

Ki Somamertani, dengan masih menyisakan kekecewaanya karena si cantik Kalasekarsih tiba-tiba menghilang dan berubah ke ujud aseli sebelum dia sempat berbicara dengannya, ditambah kekecewaanya karena mendapat tugas untuk menertibkan kembali orang-orang yang sempa gaduh tadi. Dengan bersungut-sungut, Ki Somamertani bersama para pengawalnya kemudian sibuk membubarkan kerumunan dan menyuruh mereka untuk melanjutkan aktifitas mereka.

,

Recommended